Jambi, Small & Calm City

Kunjungan ke Vihara Avalokitesvara Jambi 26 – 29 April 2013

Kali ini aku ingin berbagi pengalaman tentang kunjungan ke Vihara Avalokitesvara di Jambi, tepatnya berangkat tanggal 26 April 2013. Karena sengaja ingin menghemat jatah cuti dari kantor maka hari jumat itu aku hanya cuti 1/2 hari saja. Mengingat posisi kantor di daerah cengkareng (dekat bandara) maka hanya memakan waktu 20 menit saja dalam keadaan sedikit macet saat masuk pintu tol untuk sampai di bandara terminal 1. Sesampainya disana dua orang teman sudah menunggu, karena group keberangkatan kami total ada 6 orang maka masih ada 3 teman lagi yang harus kami tunggu.

Sudah 20 tahun lebih berlalu sejak terakhir kali aku pergi keluar pulau di negara sendiri lewat transportasi udara.  Rasanya sedikit norak, ternyata banyak hal-hal yang tidak ku-ketahui. Pertama: aku baru tahu kalau penerbangan lokal di ijinkan membawa liquid material, termasuk minuman. Karena terbiasa dengan penerbangan internasional ( tidak bermaksud menyombong ) tidak boleh membawa bahan liquid diatas 10 ml maka malam sebelumnya aku sudah menyiapkan samphoo & sabun dalam botol-botol kecil juga membeli pasta gigi khusus ukuran mini he..he.. Kedua: tidak harus menunjukan satu-persatu tanda pengenalnya saat check in. Ketiga : ternyata tidak ada formulir apapun yang harus di isi selama di pesawat :P. Wah.. cukup bebas ternyata..

Kenorak-an ku terhadap penerbangan lokal ini adalah karena sejak kecil memang tidak terlalu banyak pergi sampai ke luar Pulau jawa. Kalau dihitung-hitung yang pernah ku-kunjungi sampai saat ini dapat dihitung dengan jari..hmm..pernah ke Palembang saat kelas 2 SD lalu Lampung saat kuliah dan Tahun lalu untuk kegiatan Vihara semuanya lewat jalur darat. Berbeda dengan orang lain saat libur panjang bisa pulang kampung, aku yang asli Jakarta tidak ada kampung halaman jadi ya..menetap di Jakarta saja, kalaupun pergi selama ini hanya berkesempatan mengunjungi area yang masih di pulau Jawa saja contohnya: Bandung, Bogor, Sukabumi, Puncak, Jawa Tengah. Karena itulah pergi ke Jambi ini membuatku excited.

Jambi

Bandara Sultan Thaha

Back to the topic, penerbangan antara Jambi dan Jakarta hanya makan waktu sekitar 1 jam saja, sangat cepat .. sedikit cerita lucu..  senior kami menceritakan pengalamannya suatu hari setelah ia menghantar orang tua-nya ke Bandara untuk pulang ke Jambi, dalam perjalanan pulang dari Bandara ke rumah di tengah macetnya Jakarta orang tua-nya telephone dan mengatakan ia sudah sampai di Jambi. Ha..ha.. 🙂  Waktu yang ditempuh antara Jakarta – Jambi jika dibandingkan dengan Jakarta – Jakarta ternyata lebih cepat Jakarta – Jambi, dapat terbayangkan bukan.. berapa banyak waktu yang kita habiskan di jalan karena kemacetan.

Bandara di Jambi bernama Sultan Thaha, ternyata sangat mini sekali he..he.. seperti kota-nya Jambi juga mini.

Dari bandara para pengabdi dari Avalokitesvara sudah menjemput kami. Sebagai teman se-dharma kami dilayani dengan sangat baik sekali sampai merasa tidak enak hati. Selanjutnya kami langsung menuju Fothang, selama perjalanan saya mengagumi kondisi jalan di Jambi yang minim kendaraan dan terus berpikir “kapan ya kira-kira jakarta bisa bebas dari kemacetan seperti disini?” ha..ha.. iri rasanya. Jika mengingat 20-an tahun yang lalu saat saya masih di bangku SD Jakarta-pun kota yang tenang seperti ini.

Vihara Jambi

Fothang Avalokitesvara

Kesan saya selama mengikuti kegiatan di Jambi, kota ini benar-benar sangat tenang, rasanya tidak  ada tempat-tempat “hiburan” yang dapat membuat pembinaan diri terlena terlalu lama dalam keduniawian sehingga melupakan ibadah. Saya sempat mengatakan kepada pembina diri di Jambi, “mungkin disini aktivis wadah keTuhanan lebih tulus karena tidak memiliki terlalu banyak godaan duniawi yang menyesatkan”. Tapi ternyata tidak juga toh mereka berbagi cerita bahwa di daerah sebagian besar aktivis wanita menikah di usia muda dan pada akhirnya karena harus mengurus keluarga tidak dapat lagi membantu dalam wadah keTuhanan sehingga tidak sempat berkontribusi untuk kepentingan orang banyak.

Ternyata baik itu di kota besar maupun kota kecil, masing-masing memiliki kesulitan sendiri. Selama masih hidup di dunia memang membina diri tidak mungkin tidak ada cobaan 😛

Leave a comment